MOROWALI TARGET TUNTAS.ID– Malam turun perlahan di tanah rantau. (14/2/2025). Langit Morowali bertabur bintang, tapi di hati para perantau, ada cahaya yang redup, ada rindu yang tak terkatakan. Di sebuah ruangan sederhana, lebih dari lima puluh orang duduk melingkar, berbagi kehangatan di tengah dinginnya tanah asing. Mereka adalah anak-anak Bulukumba, yang telah berlayar jauh mencari kehidupan, tapi di dada mereka, kampung halaman tetap bergetar seperti doa yang tak pernah putus.
Mereka menyebut diri Ikatan Perantau Bulukumba (IPB) Butta Panrita Lopi, sebuah organisasi yang tak hanya berdiri di atas nama, tetapi juga di atas hati. Di sinilah mereka menemukan keluarga di tanah rantau, tempat berbagi beban, tempat menampung tangis yang tak sempat tersampaikan dalam sepi.
Malam itu, mereka berkumpul untuk membahas banyak hal: legalitas organisasi, pengadaan komputer, dan rencana masa depan. Tapi lebih dari itu, ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah pengakuan diam-diam bahwa hidup di tanah orang tak selalu mudah. Ada hari-hari ketika keringat terasa sia-sia. Ada malam-malam ketika air mata jatuh tanpa alasan.
Ketua IPB tak dapat hadir. Duka sedang bertamu di hatinya. Tapi kepemimpinan bukan tentang satu orang. Seperti bahtera di lautan, ada banyak tangan yang ikut mendayung. Maka Vikal, wakil IPB melangkah ke depan. Dengan suara yang bergetar pelan, ia berkata,
“Jauh kita melangkah, bukan berarti kita lupa kampung halaman. Tanah kelahiran dan persaudaraan ada di dalam hati” ucapnya.
Kata-kata itu sederhana, tapi di dalamnya ada rindu yang dalam. Ada mereka yang sudah bertahun-tahun tak pulang, menelan tangis dalam doa panjang. Ada yang baru tiba, masih berusaha menyesuaikan diri, berharap tanah ini tak sekeras yang mereka bayangkan.
Di sudut ruangan, Pak Mantri, sang bendahara, duduk diam. Matanya menerawang, seperti melihat sesuatu yang tak tampak. Lalu ia berkata pelan, suaranya hampir seperti bisikan,
“Kita bukan hanya mencari rezeki. Kita sedang mencari arti. Sebab sejauh apa pun kita pergi, kita selalu ingin menemukan tempat untuk kembali” tuturnya.
Dalam pantauan awak media, Rahmat, ruangan itu mendadak hening. Ada yang menunduk, ada yang menggenggam tangannya sendiri. Sebab setiap perantau tahu, ada luka yang tak bisa dijelaskan, ada rindu yang tak bisa dituliskan.
Malam terus berjalan. Perlahan, mereka bangkit, melangkah keluar. Langit Morowali masih bertabur bintang, tapi di hati mereka, ada yang lebih terang—sebuah kepastian bahwa mereka tidak sendiri.
Esok, mereka akan kembali bekerja, kembali berjuang, kembali menata hidup di tanah orang. Tapi mereka tahu, ada tangan yang selalu siap menggenggam, ada bahu yang selalu siap menopang, ada doa yang selalu menyebut nama mereka di kejauhan.
Maka berlayarlah sejauh mungkin, wahai perantau. Sebab sejauh apa pun langkahmu, Allah selalu menyiapkan jalan pulang.
Penulis: Rahmat
Editor: Supriadi Buraerah
Masyaallah tabarakallah Mudah2an dgn adanya Grub ini bisa membawa perubahan dri segi lingkungan sosial dan lingkungan keluarga kita masing2 agar lebih semangat Mencari nafkah di PERANTAUAN, krna tiap2 diri kita mempunyai tujuan tersendiri ada yg untuk membiayai anak dan isteri nya, ada yg membiayai keperluan adiknya sekolah, ada yg tengah berusaha mencari modal dan masih banyak lagi. Dan singkat saja dari saya.. salam hangat semua untuk bija2ng ku ngaseng.
#by_dikiashari