Makassar, TARGETTUNTAS.ID – Seorang mahasiswi berusia 21 tahun berinisial AAA melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialaminya ke Polrestabes Makassar. Kejadian ini diduga terjadi pada 26 Juni 2023, di sebuah rumah di Jalan Landak Baru, Kecamatan Rappocini. Laporan resmi dibuat pada 18 September 2024, dengan pendampingan dari Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Makassar.
Korban mengaku dipaksa melakukan tindakan tidak senonoh oleh pelaku hingga menangis histeris. Teriakan korban akhirnya menghentikan tindakan pelaku setelah terdengar oleh seorang kerabat yang berada di sekitar lokasi. Pelaku kemudian melarikan diri.
Pada 20 Desember 2024, korban bersama orang tuanya memenuhi panggilan penyidik di Polrestabes Makassar. Namun, ayah korban, mengungkapkan adanya upaya mediasi dari pihak kepolisian untuk menjajaki perdamaian dengan keluarga pelaku. Ia dengan tegas menolak tawaran tersebut, menekankan bahwa kasus ini harus diproses secara hukum.
Menanggapi tuduhan ini, Kanit PPA Polrestabes Makassar mengklarifikasi bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya pertemuan untuk mediasi. “Belum tahu pak info tersebut. Mungkin mereka bertemu di luar, dan itu infonya belum sampai ke saya,” ujar Kanit PPA melalui pesan WhatsApp, Kamis (4/1/2025). Ia menambahkan bahwa jika kedua pihak memilih berdamai, itu bisa menjadi solusi, tetapi tetap bergantung pada kesepakatan masing-masing.
Meskipun demikian, keluarga korban tetap menolak jalur damai. Mereka menuntut penegakan hukum sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan. UPT PPA Makassar memastikan pendampingan penuh terhadap korban hingga kasus ini selesai.
Kritik Terhadap Penanganan Kasus
Aktivis dari Komite Anti Korupsi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Jupe, mengkritik kurangnya penerapan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus ini. Menurutnya, kegagalan aparat dalam menerapkan UU TPKS bisa berdampak buruk bagi perlindungan korban kekerasan seksual.
“Ketiadaan penerapan UU TPKS dalam kasus ini sangat mengerikan. Hal ini menunjukkan kurangnya komitmen aparat penegak hukum dalam memprioritaskan hak korban dan pemberantasan kekerasan seksual,” ucap Jupe.
(Restu)