PAREPARE – Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN RI) angkat bicara mengenai dugaan kerusakan pada bangunan cagar budaya di Kota Parepare, khususnya Sekolah Tionghoa Kuo Min Tang, yang kini menjadi Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Parepare.
Seorang pemerhati cagar budaya menyampaikan kekhawatirannya terkait rehabilitasi bangunan tersebut.
“Bangunan ini adalah warisan sejarah yang kayu-kayunya masih sangat layak digunakan, namun justru dibongkar dan diganti. Padahal, kayu dengan kualitas seperti ini tidak mudah ditemukan lagi saat ini,” ujar pemerhati tersebut.
Dalam investigasinya, LI Bapan RI menemukan bahwa meski proyek ini sudah ditinjau oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar sebanyak dua kali sejak 2021, ada potensi pelanggaran administrasi.
“Saya telah bertemu dengan pihak Dinas Pendidikan dan PPTK. Tahapan sudah dijalankan, tetapi masih ada beberapa masalah administrasi di Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang perlu dicermati. Kami khawatir ada ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya,” ungkap perwakilan LI Bapan RI.
Selain itu, investigasi juga menemukan bahwa tidak ada papan proyek dan direksi cat di lokasi, yang menjadi syarat penting dalam pekerjaan proyek.
“Ini bisa menjadi masalah bagi kontraktor karena itu adalah persyaratan wajib,” tambahnya.
Pihak media telah menghubungi Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Bidang Kebudayaan. Namun tampaknya mereka belum minat menanggapi.
Pemerhati cagar budaya Parepare juga mempertanyakan proses pemugaran tersebut. Mereka menilai pekerjaan tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Beberapa bahan asli bangunan, seperti rangka kayu di bagian atap yang masih kuat, malah dibongkar dan sebagian besar kayunya sudah dipindahkan ke tempat lain,” ujar pemerhati tersebut.
Bangunan ini dilindungi oleh negara dan tidak boleh dirusak oleh siapapun, karena merupakan bukti sejarah bahwa Parepare adalah kota pendidikan dari masa ke masa.
“Rehabilitasi seharusnya hanya mengganti bagian yang rusak, bukan keseluruhan. Jika ada pelanggaran prosedur, Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan harus bertanggung jawab,” tegasnya. (Tim TT).