PEKANBARU, TARGETTUNTAS.ID – Di tengah langit yang gelap dan hujan deras yang turun bagaikan air mata semesta, ratusan emak-emak berkumpul merajut suara menang, di Kantor Nasdem pada Sabtu (19/10). Mereka adalah laskar harapan, berani melangkah meski cuaca tak bersahabat. Di antara riuhnya tetesan air, suara mereka menyatu dalam satu tujuan: mendukung pasangan calon Walikota Pekanbaru nomor 4, Brigjend TNI (Pur) Edy Nasution dan Dastrayani Bibra.
Dino Prima, tokoh masyarakat yang memiliki karisma kuat, mengajak warga untuk bersatu pada 27 November mendatang. “Pilihlah P4TEN, pilihan untuk masa depan yang bersih dan berintegritas!” serunya, menggelegar di tengah kerumunan. Setiap kata yang diucapkan seolah menembus batas kesadaran kolektif, menggugah jiwa untuk menyadari betapa pentingnya memilih pemimpin yang berintegritas di tengah keguncangan politik.
Ketua DPD Nasdem Pekanbaru, Abu Bakar Sidik, melangkah maju dengan semangat membara. “Nasdem dan PPP bersatu, bersama Partai Buruh dan PBB, untuk menciptakan Pekanbaru yang lebih baik!” ungkapnya, setiap kalimatnya bagaikan petasan yang meledak, menandakan kekuatan koalisi yang tak terelakkan. Pesan ini mengajak masyarakat untuk bersatu, menembus segala perbedaan demi perubahan yang diinginkan.
Ketika Edy Nasution mengambil alih mikrofon, aura kepemimpinannya terasa menyelimuti ruangan. “Jika saya diberikan amanah, tidak akan ada ruang bagi korupsi! Kami berkomitmen untuk transparansi dalam pengadaan barang dan jasa,” tegasnya, dengan sorot mata penuh keyakinan. Janji ini bukan hanya sekadar kalimat hias, tetapi sebuah tantangan bagi semua pihak untuk bangkit dan berbenah.
Sorakan “P4TEEEEN!” menggema, membangkitkan energi luar biasa di antara para pendukung. Dalam suasana penuh gairah, sebuah janji baru lahir: “Bersama Membangun Pekanbaru yang Bersih dan Berintegritas.”
Kampanye ini lebih dari sekadar ritual politik; ia adalah manifestasi harapan masyarakat yang menginginkan perubahan nyata. Hujan yang mengguyur justru menjadi latar dramatis dari tekad dan keberanian para pendukung. Dengan semangat yang membara, mereka menantikan 27 November, saat suara mereka akan menentukan nasib Kota Bertuah.
Emak-emak yang hadir bukan sekadar pendukung; mereka adalah arsitek perubahan, pembawa obor harapan di tengah gelapnya ketidakpastian. Dalam setiap detik yang berlalu, mereka menegaskan bahwa suara mereka layak didengar, bahwa harapan untuk masa depan yang lebih cerah dan adil tak akan pernah padam. Hujan, dalam konteks ini, adalah saksi bisu perjalanan panjang menuju integritas dan transparansi—nilai-nilai yang kini lebih dari sekadar jargon, tetapi kebutuhan mendesak di panggung politik Indonesia.
Pekanbaru bersiap untuk melangkah ke era baru, dan emak-emak adalah garda terdepan dalam revolusi ini. Mereka adalah suara yang tak tergoyahkan, membangkitkan harapan dan perubahan, menjadikan diri mereka sebagai pionir dalam memperjuangkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat.