TARGET TUNTAS.ID, ALOR,— Di tengah geliat modernisasi yang semakin mendominasi, Kabupaten Alor di Nusa Tenggara Timur menciptakan gebrakan yang signifikan dalam pelestarian budaya dan kedaulatan pangan dengan gerakan “Tanam Apa Yang Kita Makan, Makan Apa Yang Kita Tanam”. Inisiatif ini merupakan bagian dari program Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) yang diprakarsai oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Menjaga Kearifan Lokal di Era Kontemporer
Di era globalisasi, gerakan ini menekankan pentingnya mengintegrasikan kearifan lokal dalam praktik pertanian dan konsumsi untuk melestarikan identitas budaya. Dalam diskusi yang diadakan di Kampung Adat Matalafang, Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, menyoroti, “Untuk melestarikan identitas budaya dan mencapai kedaulatan pangan, kebijakan harus mengakar pada kearifan lokal. Pangan lokal bukan hanya bahan makanan, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang harus kita jaga.”
Memperkuat Diversifikasi Pangan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2024 menjadi pilar penting dalam strategi ini. Perpres ini dirancang untuk mempercepat diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Pj. Gubernur Nusa Tenggara Timur, Andriko Noto Susanto, menjelaskan, “Regulasi ini memberikan dasar kuat untuk kebijakan daerah dalam mendukung ketahanan pangan berbasis lokal. Kami fokus pada penguatan kelembagaan, pemanfaatan pekarangan, dan distribusi hasil pangan lokal.”
Festival, Merayakan Kekayaan Kuliner Lokal
Puncak dari inisiatif ini adalah Festival Melang Bila, yang berlangsung dari 13 hingga 15 September 2024. Festival ini tidak sekadar memamerkan hasil olahan pangan lokal seperti pisang, ubi, jagung, ketela, dan hasil laut, tetapi juga merayakan budaya komunitas dalam suasana yang penuh semangat. Refki Putri, seorang remaja Alor, mengungkapkan, “Festival ini adalah momen untuk merayakan kekayaan pangan lokal kami dan menghidupkan kembali tradisi. Ini kesempatan langka untuk merasakan dan menghargai kuliner yang kaya cita rasa dan nilai budaya.”
Pandu Budaya, Komunitas dan Memelihara Tradisi
Pandu budaya dari program SLKL memainkan peran krusial dalam menyukseskan festival ini. Mereka tidak hanya berpartisipasi dalam penyelenggaraan tetapi juga aktif dalam mempromosikan pangan lokal dan budaya. Sjamsul Hadi, Direktur KMA, memuji peran mereka, “Pandu budaya Alor telah berhasil menghimpun berbagai pihak untuk mempromosikan budaya dan pangan lokal. Ini adalah contoh komitmen nyata dalam memelihara nilai-nilai budaya.”
Implementasi dan Dampak Luas
Program SLKL tahun 2024 mencakup tiga kabupaten dan 14 pulau kecil di Kabupaten Alor, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur. Inisiatif ini bertujuan untuk melestarikan dan memperkuat kebudayaan lokal serta mendukung ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal. Ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya dan ketahanan pangan dapat berjalan beriringan dengan pembangunan ekonomi.
Inisiatif di Alor memberikan contoh konkret tentang bagaimana pemanfaatan kearifan lokal bisa menjadi fondasi dalam melestarikan budaya dan memperkuat ketahanan pangan. Dengan dukungan kebijakan dan keterlibatan komunitas, gerakan ini membuktikan bahwa masa depan yang berkelanjutan dan berakar pada budaya lokal bukan hanya mungkin tetapi juga terwujud dengan nyata. (*).
Sekilas 12 Bulan Kepemimpinan TR Fahsul Falah, Transformasi dan Inovasi di Sinjai
Di Bumi Harapan Pj Wali Kota Parepare Sambangi Warga Kurang Mampu, Alokasi Anggaran Disorot!
Menguak Jejak Bencana, Daryono : Gempa Hebat Kalimantan Timur 14 Mei 1921
Kontributor: Lf. Nur.Syam
Editor: Supriadi Buraerah.