BULUKUMBA, TARGET TUNTAS.ID— Ketidakpastian hukum yang melanda masyarakat Kabupaten Bulukumba seiring munculnya “polemik” terkait Sertifikat Hak Milik Nomor 00654, milik Hj. Malawati, warga Bulukumba, menyita perhatian publik. Sabtu (21/9/2024).
Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ini dinyatakan cacat yuridis oleh Pengadilan Negeri Bulukumba, memicu kegelisahan di kalangan warga yang bergantung pada kepemilikan tanah.
Polemik ini dibahas dalam audiensi antara BPN, Lembaga Gerakan Intelektual Satu Komando (GISK), dan Lembaga PATI pada Rabu 18 September 2024, lalu.
Andi Riyal, Ketua Umum GISK, menyoroti ketidakpuasan masyarakat terhadap BPN.
“Kami mendesak BPN untuk memberikan kepastian hukum agar praktik mafia tanah tidak merugikan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, perlunya BPN melakukan verifikasi langsung ke lokasi yang tertera dalam sertifikat untuk memastikan kesesuaian batas dan luas lahan.
Sementara itu dari sudut pandang BPN, Hamda, Kepala Bidang Sengketa Tanah, menegaskan komitmen lembaganya untuk memastikan kepastian hukum.
“Kami (BPN,-Red) akan turun langsung untuk mencocokkan lokasi dan siap memberikan kesaksian di Polres Bulukumba terkait dugaan penyerobotan,” ujarnya.
“Harapan akan keadilan hukum sangat bergantung pada langkah konkret dari BPN,”sambungan Riyal.
Sebelumnya, pada 4 September 2024, protes besar-besaran pecah. Warga bersama GISK – PATI menggelar aksi unjuk rasa di kantor BPN Bulukumba.
Warga merasa dirugikan akibat ketidakjelasan status tanah mereka dan mendesak BPN untuk bertanggung jawab.
Hanya saja waktu itu, Respons BPN yang menyatakan bahwa mereka hanya berfungsi sebagai pencatat, tidak bertanggung jawab atas legalitas sertifikat, memperburuk situasi.
Hal ini memicu kemarahan publik yang menganggap BPN seharusnya memiliki tanggung jawab moral dalam melindungi hak-hak masyarakat.
Riyal tidak segan-segan mencurigai adanya penipuan dalam penerbitan sertifikat.
“Berdasarkan pernyataan BPN yang tidak bertanggung jawab, muncul dugaan bahwa selama ini BPN Kabupaten Bulukumba dapat dicurigai telah menipu rakyat,” ungkapnya.
Situasi ini menyoroti ketidakberdayaan warga yang menggantungkan hak kepemilikan tanah pada sertifikat yang tidak memiliki kekuatan hukum.
Kasus ini bermula pada 2021, ketika sertifikat BPN kalah dalam gugatan, meskipun penggugat tidak memiliki sertifikat.
Masyarakat menduga ada cacat prosedural dalam penerbitan sertifikat yang menguntungkan pihak tertentu.
“Kami sudah melaporkan sampai tingkat pusat, tetapi belum ada tindak lanjut,” tambah Riyal.
GISK dan PATI mengeluarkan tuntutan saat aksi demonstrasi, yang termasuk desakan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk segera turun tangan.
Mereka meminta agar sertifikat yang cacat yuridis segera diusut tuntas dan meminta Menteri ATR/BPN melakukan pemeriksaan terhadap pegawai BPN yang terlibat.
“Sertifikat ini dipermasalahkan karena dinilai cacat yuridis, diduga akibat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku, ini juga telah diperiksa oleh Majelis Hakim PN Bulukumba,” jelas Riyal.
Tuntutan yang disampaikan dalam aksi demonstrasi mencakup perlindungan hukum terhadap sertifikat yang telah diterbitkan, peninjauan lokasi tanah, serta pembuatan surat pernyataan terkait kedudukan tanah.
“Ini adalah langkah penting untuk memastikan hak-hak masyarakat terlindungi,” tegas Riyal.
Aksi demonstrasi berlangsung dengan ketatnya pengamanan dari Polres Bulukumba, menandakan betapa seriusnya situasi ini.
Dengan langkah-langkah yang diambil oleh GISK dan Lembaga PATI, harapan masyarakat, akan terwujudnya kepastian hukum di Bulukumba tetap hidup.
Namun, tantangan untuk BPN agar menjalankan fungsinya secara transparan dan profesional menjadi kunci utama dalam menyelesaikan masalah ini.
Masyarakat menanti tindakan nyata yang dapat mengembalikan kepercayaan terhadap lembaga yang seharusnya melindungi hak-hak tanah mereka.
Berselang sepekan setelah Aksi Unjuk Rasa di depan Kantor BPN Bulukumba, baik pihak GISK dan Masyarakat serta BPN melangsungkan audiens pada 18 September baru-baru ini.
Sekedar informasi, Kementerian BPN di Jakarta yang dihubungi terkait persoalan ini, menjawab, pihaknya akan menindaklanjuti. (S/TT).
Wajib pihak untuk memberikan perlindungan kepada pemegang sertifikat, karena masyarakat menggantungkan hak hak nya kepada badan pertanahan Nasional . Dan BPN lebih paham dengan kedudukan tanah , bukan pengadilan negeri , . Mana nih pak menteri AHY , tuh masyarakat lagi kesusahan lawan mafia tanah .