OPINI – Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar HIV/AIDS. Wabah, kutukan atau kondisi yang harus disembunyikan karena merupakan sebuah aib?. Lalu, bagaimana dengan pandangan Anda terhadap penderita HIV/AIDS. Apakah orang-orang yang perlu dihindari dan dikucilkan?. Jika benar, Anda mungkin telah terpengaruh stigma negatif terkait HIV/AIDS.
Sadar atau tidak, stigma negatif seperti ini justru dapat memperburuk penanganan dan pencegahan HIV/AIDS, karena berbagai pandangan yang ditujukan terkait isu HIV/AIDS ini. Akibatnya banyak orang yang menjadi enggan, takut bahkan malu sekadar melakukan konseling dan tes HIV. Orang sudah terdeteksi pun menjadi sulit mengakses pengobatan karena khawatir perlakuan buruk dari orang-orang sekitar terlebih dari orang terdekat seperti keluarga.
Umum diketahui, HIV dan AIDS merupakan 2 kondisi yang berbeda. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sebuah virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia, khususnya sel darah putih. Di mana virus ini menyerang kekebalan tubuh yang lemah. Nah, jika dibiarkan virus ini akan semakin banyak dan menumpuk memicu kerusakan sel.
Sedangkan, AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan kondisi gangguan kesehatan dari melemahnya sistem imunitas tubuh. Dianalogikan HIV adalah pelaku dan AIDS merupakan imbas. Jadi, di kondisi seperti ini (HIV) perlu perhatian agar penyebaran virus tidak sampai ke fase berikutnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2023, penularan HIV didominasi oleh ibu rumah tangga mencapai 35%. Bahkan, kabarnya mengalami peningkatan. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
Disebutkan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga tersebut karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko.
Justru, hal seperti itulah yang menjadi penghambat untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Padahal, akses untuk memperoleh informasi terkait HIV/AIDS terbuka secara umum di setiap rumah sakit atau Puskesmas.
Apakah minimnya sosialisasi?. Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) tertuang, menyatakan bahwa strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi peningkatan di sejumlah aspek.
Dengan itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, antara lain, dengan melakukan promosi kesehatan, surveilans kesehatan, pengendalian faktor risiko, penemuan kasus, penanganan kasus, pemberian kekebalan (imunisasi) pemberian obat pencegahan secara massal dan kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Disebutkan pula, tanggungjawab pemerintah tertuang dalam Pasal 6 huruf a – c Permenkes 21/2013 salah satunya yakni, menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional.
Sebagai masyarakat yang berprikemanusiaan dan berprikeadilan seyogyanya rasa simpati juga dapat diterapkan dalam kehidupan bersosial tanpa menjudge perilakunya.
Mari kita sama- sama menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian yang adil dan beradab di tengah ‘mereka’. Membangun kepercayaan adalah modal utama agar mau bersuara.
Mari kita bersama-sama mengurangi dan mencegah penularan HIV/AIDS dengan cara meningkatkan kualitas hidup dan jadilah motivator handal bagi si penderita.
“Musuhi Virusnya, Bukan Orangnya”
Oleh: Andi Sahal, Pemred Majalah Target Tuntas