TARGETTUNTAS.ID, SIDRAP — Ada yang lebih dari sekadar seremoni Rabu pagi itu, 9 Juli 2025. Di aula megah Kantor Bupati Sidrap, sejarah kecil tapi berdampak besar tengah dirajut.
Panggung tradisi dibuka dengan Tari Padduppa—tarian penyambutan khas Bugis yang mengandung makna kehangatan dan penghormatan. Lalu mengalun harmoni tarian empat etnis—melambangkan pluralisme dalam bingkai satu Indonesia.
Namun gemuruh sesungguhnya bukan pada tabuh gendang atau gerak penari. Melainkan pada detik ketika dua kepala daerah duduk berdampingan: Bupati Sidrap, Syaharuddin Alrif, dan Wali Kota Tarakan, Khairul. Di hadapan mereka: selembar kertas MoU. Isinya: janji niaga lintas pulau.
Janji itu adalah: membuka jalan dagang antara Bumi Nene’ Mallomo dan Kota Tarakan. Bukan sekadar jual beli, tapi pertukaran keunggulan. Sidrap membawa komoditas unggulan seperti beras, jagung, dan ikan air tawar. Tarakan membalas dengan hasil laut dan jejaring pelabuhan Kalimantan Utara.
“Ini bukan sekadar kerja sama administratif,” ujar Syaharuddin Alrif, dalam sambutannya yang tenang tapi tegas. “Ini upaya menciptakan pasar baru bagi petani dan nelayan kami. Kita ingin komoditas Sidrap hadir di dapur-dapur Kalimantan. Kita ingin rakyat merasakan manfaatnya.”
Wali Kota Tarakan pun mengangguk setuju. Baginya, sinergi ini menjawab tantangan kedaulatan pangan dan distribusi antarwilayah. “Tarakan butuh suplai stabil dan berkualitas. Sidrap bisa menjadi mitra strategis kami dalam jangka panjang,” katanya.
Tak lama, pena menari di atas MoU. Tinta basah mengikat komitmen dua daerah lintas laut.
Setelah itu, dialog antarinstansi digelar. Suasana lebih cair, tapi isinya tetap berbobot. Kepala OPD saling lempar gagasan, berbagi peta potensi, dan menyusun rencana tindak lanjut.
Sebelum acara ditutup, ada tukar plakat dan foto bersama. Seperti biasa. Tapi kali ini, senyum yang terbingkai terasa berbeda. Ada semacam optimisme baru di baliknya.
MoU ini bisa jadi hanya langkah kecil dalam lembar pembangunan nasional. Tapi dari Sidrap dan Tarakan, mungkin kita sedang menyaksikan benih hilirisasi antardaerah yang tumbuh. Karena Indonesia besar bukan karena Jakarta saja, tapi karena daerah saling menggandeng.
Dan pagi itu di Pangkajene, dua daerah memilih saling memperkuat, bukan bersaing. Sebuah pelajaran penting tentang cara membangun Indonesia—dari pinggir, oleh daerah, untuk rakyat.(*)