Makassar, TARGETTUNTAS.ID – Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Konsep Dominus Litis dalam RUU KUHAP” di Hotel Grand Hyatt Makassar, Kamis (27/2/2025).
Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof. Dr. Hamzah Halim, SH., MH., M.AP, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran jaksa sebagai dominus litis, yakni pengendali perkara dari tahap penyidikan hingga eksekusi putusan pengadilan.
FGD ini menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai narasumber, antara lain Guru Besar Hukum Pidana Unhas Prof. Dr. Aswanto, SH., MSi., DFM (Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi), Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof. Dr. H. Hambali Thalib, Guru Besar Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar Prof. Sabri Samin F, serta Ketua Dewan Kehormatan Peradi, Dr. Tadjuddin Rachman. Diskusi dipandu oleh Ketua Pusat Kajian Kejaksaan FH Unhas, Fajlurrahman Jurdi.
Penguatan Peran Jaksa dalam Sistem Peradilan Pidana
Dalam paparannya, Prof. Sabri Samin menyoroti posisi jaksa yang kerap terhimpit di antara penasihat hukum dan majelis hakim dalam persidangan. Ia menilai selama ini tidak pernah terdengar adanya dissenting opinion dari tim jaksa penuntut umum, yang menunjukkan masih kurangnya kebebasan dalam mengajukan pandangan hukum yang berbeda.
Untuk itu, Prof. Sabri mendorong agar dalam RUU KUHAP diatur mekanisme kolaborasi antara penyidik Polri/PPNS dan Jaksa Penuntut Umum guna menghindari bolak-baliknya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik ke JPU.
Sementara itu, Rektor UMI, Prof. Hambali Thalib, menjelaskan bahwa penerapan asas dominus litis dalam KUHAP harus dilakukan berdasarkan Integrated Justice System atau Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Artinya, seluruh lembaga penegak hukum harus bekerja sesuai tugas dan kewenangan masing-masing untuk menciptakan kepastian hukum, kemanfaatan, serta keadilan.
“Asas dominus litis dalam KUHAP menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum guna mencegah kesalahan prosedural, meningkatkan akuntabilitas, serta memastikan standar hukum yang jelas,” ujar Prof. Hambali.
Ia juga menguraikan kewenangan penuntutan berdasarkan asas dominus litis yang diatur dalam KUHAP, mulai dari koordinasi penyidik dengan JPU (Pasal 8 ayat 1 dan 2 KUHAP), kewenangan penuntutan (Pasal 137-144 KUHAP), hingga eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 270 KUHAP).
Harapan untuk RUU KUHAP
Ketua Dewan Kehormatan Peradi, Dr. Tadjuddin Rachman, dalam sesi diskusi memaparkan tantangan dalam pendampingan hukum pada perkara pidana, terutama dalam proses penyidikan. Ia berharap RUU KUHAP dapat lebih menjamin perlindungan hak-hak hukum bagi tersangka maupun korban.
FGD ini turut dihadiri sejumlah akademisi dan praktisi hukum, di antaranya Guru Besar Hukum Pidana Universitas Negeri Makassar Prof. Heri Tahir, Guru Besar Hukum Pidana Unhas Prof. M. Said Karim, dekan fakultas hukum dari beberapa perguruan tinggi di Makassar, serta penyidik PPNS dari berbagai instansi seperti Kementerian Kehutanan, Balai Karantina Nasional, Bea Cukai, dan Imigrasi.
Diharapkan dengan adanya pembahasan ini, RUU KUHAP dapat semakin memperkuat peran jaksa sebagai pengendali perkara serta meningkatkan efektivitas sistem peradilan pidana di Indonesia.
(*)