SUDUT PANDANG, TARGET TUNTAS,—
Bumi Panrita Kitta; begitulah kami menyebut tanah yang penuh sejarah, tempat jiwa-jiwa mencari makna dalam setiap hembusan angin Sinjai. Sebuah wilayah yang menyimpan impian abadi, hidup dalam hati masyarakat yang mendambakan persatuan. Di bawah langit biru, Sulawesi Selatan, berdirilah Gerbang Emas, simbol harapan akan janji yang belum tuntas di sebuah kota kecil dengan pesona yang tak terkatakan.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Sinjai resmi menjadi kabupaten pada 20 Oktober 1959 melalui Undang-Undang No. 29 Tahun 1959. Sejak saat itu, motto “Sinjai Bersatu” mengalir dalam darah warganya. Dua kata sederhana namun penuh arti, merangkum semangat: Bersih, Elok, Rapi, Sehat, Aman, Tekun, dan Unggul. Sebuah definisi yang bukan sekadar semboyan, tetapi panggilan untuk menghadapi segala badai dengan kekuatan bersama, hingga Sinjai Ehao, sebuah penyemangat akan kemajuan dan kemajemukan yang menyentuh setiap sendi; Pendidikan, Kesehatan, Agama, Adat Istiadat dan budaya, Gotong Royong dan Tenggang Rasa serta kekayaan dan kearifan lokal lainnya.
Sinjai mungkin tak memiliki gedung pencakar langit, namun setiap sudutnya menyimpan cerita kearifan lokal. Masyarakatnya hidup dari pertanian, perikanan, dan usaha kecil menengah (UKM), berpadu dengan alam dalam harmoni yang sederhana, namun penuh makna religius. Daratan rendah bertemu pegunungan, pesisir menyapa laut, menciptakan simfoni kehidupan yang damai.
Dijuluki sebutan Gerbang Emas di Sulawesi Selatan, Sinjai juga dikenal dengan kekayaan peternakannya. Sapi gemuk merumput, kuda berlari di antara bukit-bukit, dan kerbau berkubang di ladang-ladang hijau. Namun kekayaan terbesar Sinjai adalah budaya yang hidup dalam setiap nafas masyarakatnya. Tradisi seperti Mappogau Sihanua dan situs-situs bersejarah seperti Batu Perjanjian Topekkong terus dijaga. Di era kepemimpinan TR Fahsul Falah, pria kelahiran 1 Januari di Serambi Mekkah, warisan ini semakin dihargai dan dirawat dengan baik.
Tidak hanya itu, keindahan alam Sinjai juga menyimpan pesona wisata bahari, seperti di Pulau Sembilan dan Pantai Ujung Kupang, serta hutan mangrove di Tongke-Tongke yang menjadi benteng alam melawan abrasi. Di tengah semua ini, TR Fahsul Falah memahami bahwa pembangunan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal menjaga nilai-nilai leluhur.
Kini, di bawah kepemimpinannya, Sinjai melangkah menuju masa depan dengan keyakinan, membawa harapan yang tak pernah padam. Di Gerbang Emas Bumi Panrita Kitta, tersimpan harapan “Sinjai lebih gemilang”.
Oleh: Supriadi Buraerah
6 September 2024.
Catatan :
Dua Persoalan belum selesai, masing-masing Persoalan Tapal batas antara Wilayah Sinjai dan Bulukumba dan Aset Pemda Sinjai