D alam peradaban yang terus berkembang, nilai-nilai kearifan lokal sering kali menjadi tonggak dalam menjaga keharmonisan sosial. Di tengah arus globalisasi yang kian deras, gotong royong dan tenggang rasa (GR dan TR); tetap memancarkan cahaya sebagai pedoman hidup yang tak terhingga nilainya.
Gotong royong, sebagai prinsip dasar dalam budaya Indonesia, menegaskan pentingnya kerja sama dan solidaritas. Nilai ini mengajarkan bahwa tidak ada tugas yang terlalu berat jika dilakukan bersama. Dalam masyarakat tradisional, gotong royong terwujud dalam berbagai aktivitas, seperti membangun rumah bersama, membersihkan lingkungan, atau mengorganisir acara sosial. Kesadaran bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam komunitas memperkuat rasa kebersamaan dan tanggung jawab kolektif.
Senada tenggang rasa adalah nilai yang menekankan pentingnya saling memahami dan menghargai perasaan orang lain. Prinsip ini mendorong individu untuk menunjukkan empati dan toleransi dalam setiap interaksi. Dalam praktiknya, tenggang rasa tercermin dalam sikap sabar dan pengertian terhadap perbedaan, baik dalam konteks budaya, agama, maupun pandangan hidup. Dalam sebuah masyarakat, tenggang rasa menciptakan ruang untuk dialog dan penyelesaian masalah secara damai.
Dalam era modern ini, gotong royong dan tenggang rasa tidak hanya menjadi nilai-nilai yang dihargai, tetapi juga praktik yang relevan dalam menyelesaikan berbagai tantangan sosial. Di tengah kompleksitas kehidupan urban dan pergeseran nilai-nilai global, kedua prinsip ini memberikan landasan moral untuk membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.
Melalui penerapan gotong royong dan tenggang rasa, masyarakat dapat menciptakan ruang yang lebih adil dan manusiawi. Dalam setiap aspek kehidupan, dari pengelolaan lingkungan hingga penyelesaian konflik, kearifan lokal ini membuktikan bahwa harmoni sosial bukanlah suatu kebetulan, melainkan hasil dari upaya bersama yang tulus dan penuh pengertian.
Dengan memelihara dan menerapkan gotong royong serta tenggang rasa, kita tidak hanya menghargai warisan budaya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial yang esensial dalam masyarakat yang semakin kompleks ini. Kearifan lokal ini adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan bahwa nilai-nilai kemanusiaan tetap hidup dalam setiap langkah kita menuju kemajuan.
Sinjai, 1 September 2024.
Oleh: Supriadi Buraerah.